Membahas tentang Ibu, bagi kita semua sosok Ibu adalah orang yang istimewa di sisi kita. Tidak dapat tergantikan dan tidak akan hilang selamanya kenangan kebersamaan kita bersama Beliau. Kadang sedih, kadang juga senang. Apalagi apabila kita memang dari keluarga yang sedang berjuang, keluarga pas-pasan, keluarga yang memiliki ibu sebagai murni hanya ibu rumah tangga, maka suka dan duka akan silih berganti menyertai perjalanan keluarga kita hingga dewasa nanti.
Di saat masih usia sekolah dan sebagai anak remaja tentu pikiran kita masih menganggap biasa-biasa saja tentang sosok Ibu dan juga termasuk Ayah. Kita mungkin masih menganggap Ayah dan Ibu kita sebagai orang tersayang dan terdekat, tapi rasa hormat, rasa takdim dan adab kita seringkali masih perlu dipertanyakan. Bisa jadi kita pernah menyuruh Beliau mengerjakan sesuatu untuk kita, atau menyuruh Beliau mengambilkan sesuatu untuk kita, atau sampai kita pernah marah, jengkel kepada Beliau karena permintaan kita yang tidak dituruti. Ya...itulah kita, itulah Caksis yang dulu pernah lakukan juga kepada orang tua di masa-masa sekolah karena ilmu dan pikiran kita belum bisa mencerna tentang pentingnya tertanamkan perasaan merendahkan diri di hadapan orang tua kita.
Merasa menjadi dewasa pertama kali itu biasanya adalah apabila kita bisa lepas dari orang tua, misal kita jauh dari rumah karena kuliah, atau karena kerja merantau dan bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Padahal pada saat-saat itu justru kita tidak menyadari kalau semakin jauh dari orang tua, maka semakin kita membutuhkan Beliau. Semakin kita merasa lepas dari orang tua, maka semakin kita terikat dengan keadaan yang suatu saat pun kita akan kembali kepada Beliau.
Titik balik dari kesadaran tentang pentingnya sikap kita kepada orang tua, terutama Ibu, Caksis rasakan di saat sudah memiliki penghasilan sendiri. Dari kecil sampai dewasa selalu minta uang jajan kepada orang tua, tibalah saatnya itu berbalik kita yang harus memberikan uang jajan kepada orang tua sebelum tanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak kita menjadi tugas baru setelah menikah nanti. Caksis gunakan kesempatan itu walaupun tidak harus 100% menyerahkan gaji kita, namun ada porsi besar yang wajib kita sisihkan untuk sekedar memberi uang jajan kepada Ibu. Karena di saat kita menikah nanti, pasti porsi uang jajan itu akan langsung mengecil dan kadang sampai 0% malahan karena menganggap bahwa orang tua kita masih bisa mencari nafkah sendiri misalnya.
Proses kedekatan antara anak dan Ibu kadang tidak sama antara sesama saudara kandung. Terkadang anak pertama bisa dekat dengan Ibunya, anak kedua terkadang malah kurang dekat atau sebaliknya. Kedekatan batin antara anak dan Ibu memang dipengaruhi oleh sifat dan karakter anak itu sendiri. Ada anak yang agak luwes dalam segala hal, ada juga anak yang agak kaku dalam bersinggungan dengan orang lain. Ada anak yang mudah terbuka berbagi tentang dirinya, ada juga anak yang cenderung tertutup sharing tentang dirinya. Semua anak memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tergantung cara pandang kita untuk menyikapinya.
Kedekatan antara Ibu dan anak adalah hal yang penting terutama bagi anak itu sendiri. Apalagi kita kalau datang juga membawa sedikit oleh-oleh kesukaan Ibu, terus duduk bersama sambil bercerita masa lalu. Perasaan senang di hati Ibu akan membuahkan perkataan yang benar-benar tulus di setiap lisan Beliau, apabila Ibu mengatakan hal yang baik tentang kita, maka itulah doa terbaik yang bisa kita dapatkan pada saat itu juga. Doa Ibu tidak harus terucap di saat kita meminta doa dari Beliau di atas sajadah saja, tapi lebih utama bila terucap dari lisan Beliau secara langsung di hadapan kita sendiri tanpa kita memintanya.
Masih teringat dengan jelas kalau dahulu semasa Beliau masih ada, Caksis masih sering minta dibuatkan "mendol" untuk lauk makan. Jadi kebetulan rumah Caksis dan Ibu tidak jauh dan Caksis sering juga sendirian, kadang bersama anak, ya kadang sekeluarga Caksis bisa hampir setiap hari berkunjung. Khusus menu "mendol" ini biasanya dibuatkan sehabis dari Jumatan, baunya, rasanya, dan bentuknya masih Caksis ingat dengan jelas sampai sekarang karena itulah memori kebersamaan yang Caksis berusaha lestarikan hingga sekarang dengan setiap habis Jumatan berziarah ke makam Beliau. Ditambah lagi kadang di hari liburan, seringkali Ibu mengundang kami sekeluarga untuk makan jajanan gorengan "heci" buatan Beliau sendiri yang mana gorengan ini memang kesukaan Caksis sekeluarga.